4 November 2011 - 22:42 WIB [BBC INDONESIA] Angkatan Laut Israel mencegat dan memasuki dua kapal yang mencoba menerobos blokade atas Jalur Gaza.<<>> 4 November 2011 - 21:45 WIB [BBC INDONESIA] Pemerintah Suriah meminta agar semua warga menyerahkan senjata dan sebagai imbalan akan mendapat amnesti.<<>> 4 November 2011 - 23:04 WIB [Liputan6.com] Lebih dari satu juta hewan yang tersebar di Darfur dan Kordofa Selatan mendapatkan vaksinasi. Hewan yang divaksin antara lain sapi, kambing, unta, kuda, dan keledai. Vaksin ini untuk mencegah kematian akibat infeksi bakteri mematikan seperti antraks.<<>>

Rabu, 24 Agustus 2011

PELAJARAN DARI SEBUAH POHON




1.      Sistem pemerintahan
Metode paling mudah untuk mengevaluasi sistem pemerintahan adalah dengan membandingkannya dengan sistem di alam semesta yang sudah mapan.
Salah satu sistem organik yang mapan adalah pohon. Karena makhluk hidup yang bisa bertahan hidup bahkan selama ribuan tahun adalah pohon. Salah satunya pohon Bristlecone Pine yang telah berusia 4200 tahun. Pohon ini memang tenar karena selain dapat hidup dimana-mana juga mempunyai daya jual yang sangat tinggi dalam industri perkayuan. Semua bagian pohon cemara bisa dimanfaatkan mulai dari kayu, getah, ranting, biji hingga daunnya. (Sumber : indonesiaterkini.com/3-pohon-tertua-di-dunia-yang-masih-hidup-hingga-kini).
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pohon secara umum memiliki tiga macam bagian, akar sebagai pondasi atau akidah (mental), batang menunjukkan aplikasi dan buah sebagai hasil atau asas kebermanfaatan. Pohon yang baik mempunyai akar yang menghujam ke tanah, batang yang menjulang ke langit dan buah-buah yang tumbuh setiap musimnya[1].
a.       Akar dari pohon yang baik berfungsi :
-          Untuk menyokong dan memperkokoh berdirinya tumbuhan di tempat hidupnya.
-          Untuk menyerap air dan garam-garam mineral (zat-zat hara) dari dalam tanah.
-          Mengangkut air dan zat-zat makanan yang sudah diserap ke tempat-tempat pada tubuh tumbuhan yang memerlukan.
(Sumber : id.wikipedia.org/wiki/Akar)
Batang dari pohon yang baik berfungsi sebagai penghubung utama antara bagian akar, sebagai pengumpul air dan mineral, dan bagian tajuk pohon (canopy), sebagai


[1] Kitab Suci Alquran (48:29)

a.       pusat pengolahan masukan energi (produksi gula dan bereproduksi). (Sumber : id.wikipedia.org/wiki/Pohon)
b.      Buah adalah hasil akhir dari sebuah pohon, yang seringkali memiliki nilai ekonomi sebagai bahan pangan atau bahan baku industri karena di dalamnya disimpan berbagai macam produk metabolisme tumbuhan, mulai dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, alkaloid hingga terpena dan terpenoid. (Sumber : id.wikipedia.org/wiki/Buah)
Bagaimana mengevaluasi pohon itu baik atau tidak? Ada dua metode:
a.       Metode pertama dilihat dari buahnya. Pohon yang baik pasti berbuah baik, ranum dan menyenangkan penanamnya. Adapun pohon yang tidak baik, pasti buahnya pun tidak sesuai standar, buahnya jarang-jarang (dengan perbandingan pohon sejenis dengan standar yang baik pasti berbuah baik), atau bahkan tidak berbuah. Secara logika, pohon tidak berbuah baik pasti ada sebabnya, dan kalau dirunut, bisa dari batangnya atau daunnya yang berpenyakitan, terkena bakteri, virus, jamur atau hama. Atau bahkan dari akarnya yang sudah busuk.
Sistem pemerintahan yang baik, sama seperti pohon yang baik, menghasilkan buah atau hasil yang baik, di berbagai lini kehidupan rakyatnya, paling tidak sandang, pangan dan papan dari rakyat yang tercukupi dan tidak ada kesenjangan sosial yang tinggi. Hidup rakyat yang tentram, damai dan sejahtera, bebas dari gangguan pihak luar maupun dalam. Kondisi itulah yang dinamakan berkah. Sebaliknya, bila banyak rakyat yang miskin, kelaparan, susah mendapat pekerjaan, terjadi banyak kejahatan, kesenjangan sosial dan ekonomi yang tinggi, maka kondisi tersebut dinamakan kutuk.
Sebenarnya, tidak ada satu negarapun yang mempunyai bakat untuk menjadi negara yang miskin dan terbelakang. Yang ada hanyalah negara yang salah asuhan. Cobalah perhatikan negara Singapura, yang tidak mempunyai sumber daya alam, tapi bisa berjaya karena diasuh dengan tepat. Berbeda dengan Nuswantara saat ini, meski memiliki hasil bumi dan laut yang melimpah, tetap saja tidak bisa membuat berkah bagi para rakyatnya, karena salah asuh.
Siapakah si pengasuh yang dimaksud? Merekalah para pemimpin, penyusun undang-undang, pembuat kebijakan. Yang kalau diposisikan dalam pohon, merekalah akarnya. Akar yang busuk, yang menentukan segala sesuatu bukan karena standar kebenaran dari Sang Tuan Semesta Alam, tapi dari standar perut dan bawah perutnya. Itulah akar yang busuk, mental yang sakit, yang membuat pohon Nuswantara ini tidak pernah berbuah baik.
b.      Metode kedua lebih spesifik pada struktur pohonnya.
Struktur dalam pohon merepresentasikan struktur pemerintahan. Paling dasar adalah akar, yang berfungsi sebagaimana tersebut di atas. Akar adalah pemimpin tertinggi, yang menjadi tempat bergantung bagi bagian pohon lainnya, menyerap air dan mineral sebagai sumber kehidupan. Keberadaan air sangat penting, karena tanpanya pohon bisa layu, kering dan mati. Air yang baik menyegarkan membawa mineral yang baik untuk pohon, menjadikannya tumbuh dan berkembang. Air ini adalah representasi dari sebuah ideologi, suatu inti penggerak dari setiap aktifitas manusia. Manusia bertindak berdasarkan ideologinya. Manusia komunis karena ideologinya komunis, manusia atheis karena ideologinya atheis.
Sayangnya air yang dikonsumsi oleh pohon Nuswantara sekarang ini adalah ideologi materialistis, terbukti dari tindakan-tindakannya yang lebih mengedepankan materi, yang selalu mempertimbangkan segalanya berdasarkan untung-rugi. Maka yang ada hanya manipulasi, pembohongan, pencitraan, suka bermain di belakang. Jangan tanya lagi tentang korupsi, kolusi dan nepotisme, itu sudah menjadi suguhan yang wajib bagi mereka.
Maka air yang dikonsumsi pun bukanlah air yang segar, menyejukkan, yang membuat pohon tersebut tumbuh berkembang. Tapi justru sebaliknya, air berupa racun yang bersumber dari materialisme “perut dan bawah perut”, sehingga menghasilkan buah yang kita tahu sendiri apa bentuknya. Buah busuk yang tidak bisa dimakan.
Apa yang dikonsumsi akar akan diteruskan ke batang, struktur pemerintahan yang ada di bawahnya, kemudian ke dahan, cabang, ranting dan terakhir ke daun.
Daun adalah representasi dari rakyat, sebagai tempat untuk memasak mineral-mineral yang didapatnya dan mengubahnya dengan peristiwa fotosintesa menjadi nutrisi yang bisa membuat pohon tubuh dan berkembang. Rakyat lah “dapur” nya suatu negara, karena merekalah yang menyumbangkan harta (pajak), tenaga (tenaga kerja, karyawan, buruh), untuk menggodok sumber daya alam menjadi sesuatu yang bisa menghidupi pemerintahan tersebut.
Seharusnya kalau akar tersebut baik, maka yang dialirkannya adalah air yang baik sampai ke ujung daun. Berarti kalau pemimpinnya bilang A (misal tunduk-patuh), maka sampai rakyatnyapun juga A (tunduk-patuh). Tetapi bukan itu yang terjadi, A berubah menjadi B (misal tunduk di bibir, tapi bukan dalam tindakan), C (tambah jauh lagi), D sampai Z (benar-benar mbalela). Ini juga seperti pohon berakar duren, tapi berbatang pisang dan berbuah semangka. Pohon yang mustahil ada dan menyalahi kodrat.
Atau bahkan yang terjadi, air itu mampet cuma sampai di dahan, sehingga ranting dan daun tidak kebagian jatah, lalu layu, kering dan jatuh? Samakah itu dengan penyunatan-penyunatan dana bantuan kepada rakyat kecil? Dari sisi komunikasi, putusnya perhatian berarti membiarkan rakyat berjuang sendiri mengundi nasib mereka. Pohon yang baik selalu terdapat timbal-balik antara dahan dan daun, simbiosis mutualisme, dahan mengalirkan air ke daun, daun memberikan nutrisi yang sudah digodoknya untuk tumbuh-kembang dahan. Komunikasi yang saling menguntungkan, pemimpin mengayomi dan mendidik rakyatnya, bila rakyat mengalami kesulitan, dia tahu kemana akan berkonsultasi meminta solusi, karena bila rakyat sengsara, maka penerimaan pajakpun akan berkurang. Pertanyaannya, apakah rakyat sekarang dididik oleh pemimpinnya, ataukah hanya dibiarkan? Apabila rakyat menemui kesulitan, tempat usahanya digusur, rumah terbakar, terkena bencana alam, atau bahkan persoalan sepele seperti putus cinta, kemanakah mereka meminta solusi? “Ke seutas kali mungkin lebih mudah daripada mengadu ke pejabat berdasi.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar